03 Januari 2011

KETIKA PAHLAWAN HARUS MEMILIH JALAN CINTA NYA

Suatu saat sebuah momentum besar dalam sejarah kehidupan anak cucu adam, mereka saling kenal mengenal bagaikan sahabat, saling melindungi satu sama lain, saling melengkapi kekurangan, bahkan rela mengorbankan harta dan jiwanya demi saudaranya. Akan tetapi kita juga tidak dapat memungkiri bahwa dalam waktu lain mereka saling menjauh, bahkan saling memerangi satu sama lain. Fenomena demikian lama kelamaan menjadi budaya yang mau tidak mau pasti akan dialami oleh siapa saja, dimana saja, dan dalam keadaan apun. Perang!!! Ya… perang! Kalimat ini lama kelamaan menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian besar manusia yang dilahirkan dalam keadaan aman sentausa, berbeda dengan saudara-saudara kita yang dilahirkan dalam suasana dimana semuanya menjadi begitu tak berharga, sebuah suasana dimana kita tidak melihat satupun hal yang dapat bertahan lama…sebuah keadaan dimana kita tidak mapu berbuat banyak untuk melindungi orang-orang yang kita cintai bahkan walau hanya sekedar melindungi diri kita sendiri. Orang-orang yang demikian inilah yang memandang kehidupan sebagai sebuah potongan zaman yang menuntut dirinya untuk melakukan tindakan benar.

Dialah seorang pahlawan, ya seorang yang tidak memiliki niat untuk menjadi terkenal namun takdir yang telah memilihnya. Seorang yang dilahirkan oleh sejarah melalui rahim ibu peradaban. Dahulu waktu ia kecil dan mungil, ia selalu berteriak manja pada sang ibu untuk minta di beri Asi, selau berlari-lari kecil dengan tawa bahagia ketika sang ayah pulang dari aktifitas mencari nafkah. Ya… memang jika dilihat sepintas lalu, maka tidak ada perbedaan yang sangat eksplisit antara seorang pahlawan dengan seorang awam(biasa) ataupun seorang pecundang saat mereka masih kecil. Perbedaan mereka akan tampak jelas ketika mereka menghadapi pilihan-pillihan hidup yang kelak akan mewarnai seluruh aktivitas mereka dalam menikmati hidup dan kehidupan yang telah diciptakan oleh Allah Azza Wajallah.

Setiap kali seorang pahlawan harus memilih mengenai kebahagian abadi atau sekedar kebahagiaan yang semu. Definisi itu ia rangkumkan dalam sebuah frame berfikir yang ia sandarkan kepada-Nya, terkadang ia keliru namun kekeliruan bukanlah hal yang membuat ia menjadi lugu untuk menerima kesalahan sebagai sebuah kebenaran. Ia meyakini bahwa seluruh alam semesta yang di lihat dan dirasakan bahkan dirinya sendiri merupakan bagian dari kesatuan system yang sangat harmonis dan seimbang. Keharmonisan dan keseimbangan inilah yang telah mengajarkan kepada dirinya bahwa segala seuatunya tidak ada dengan sendirinya, melainkan ada sesuatu yang telah menciptakannya. Pencipta…ya “pencipta” dari sang pencipta inilah ia belajar tantang dari mana ia berasal, apa yang menjadi kelebihannya, apa yang menjadi tugas hidupnya, dan apa yang akan kelak ia dapatkan setelah usai tugas-tugas itu, serta resiko apa yang kelak akan ia terima jika ia mengabaikan sang “Pencipta.”

Akhirnya sang pahlawanpun telah tumbuh dewasa. Dan ia bersiap untuk memilih jalan yang kelak akan merubah segalanya dalam hidupnya. Ketika negerinya tengah terancam oleh serangan sebuah imperium jahiliah yang bringas dan dzholim dan telah menjajah negerinya sejak ia kecil. Kumandang perang pun telah berkobar! akhirnya sang pahlawan pun pergi menemui ibunya untuk meminta izin kiranya ibunya memberiakan sebuah jawaban yang akan mendukung keputusannya. Saat itu ibunya hanya tersenyum, mungkin ia tidak habis fikir bahwa si mungil lucu dan manja itu kini berdiri tegap dihadapannya, ia telah semakin dewasa dan tampan. Sang ibupun berkata…

“anakku kau bisa tidak ikut berperang, dengan begitu kelak engkau akan punya istri cantik dan anak yang banyak, dan rumah serta perkebunan yang indah, lalu namamu tertulis indah didalam hati anak-anakmu, namun ketahuilah anakku… bahwa ketika generasi selanjutnya dari anakmu melahirkan cucumu, maka namamupun lambat laun akan segera lenyap dan engkaupun pergi tanpa meninggalkan bekas sama sekali. Akan tetapi anakku jika engkau pergi berperang melawan imperium yang zhalim itu, maka kelak namamu akan terukir indah didalam sejarah dan abadi sepanjang masa…”, setelah itu sang ibu pun memegang kedua pipi sang anak, ibupun kembali melanjutkan perkataannya dengan mata yang berkac-kaca “anakku…jika engkau pergi, maka engaku mungkin tidak akan kembali…” dan sang ibu memeluk anaknya. Sang pahlawanpun akhirnya lahir dalam sebuah pilihan hidup yang benar-benar merubah arah hidupnya. Dan ia bahagia bahwa ternyata kasih sayang ibunya dahulu telah mendidik dirinya akan keberanian dalam membela kebenaran, walaupun sebenarnya tertulis dalam sejarah bukanlah ambisi yan ia inginkan, akan tetapi yang ia inginkan adalah agar kelak di akhirat nanti ia dimasukkan dalam kafilah syuhada….dalam barisan yang terhormat… itulah jalan cinta seorang pahawan! Allahuakhbar.

By Andi Yakub Abdullah [refleksi pilihan cinta ku]

1 komentar:

jangan mati kecuali dalam keadaan beriman
jangan keluar sebelum menulis komentar, he..he..